Tokoh
Gusdurian Solo, Hussein Syifa berkisah tentang sebuah kebiasaan Gus Dur, yakni
jika beliau datang ke Solo, Gus Dur seringkali ngersaake dahar (makan)
di rumah makan gudeg langganannya.
Suatu
ketika setelah makan di rumah makan tersebut Gus Dur diberitahu salah satu kiai
bahwa kata orang-orang, rumah makan tersebut menjual saren (darah
ayam yang dibekukan).
"Matur
nuwun (terima kasih) kiai atas informasinya," jawab Gus Dur
singkat, tanpa nada menyela maupun mendukung informasi tersebut.
Esok
harinya sebelum kembali ke Jakarta, Gus Dur meminta untuk sarapan di rumah
makan gudeg yang konon menjual saren tersebut. Sesampainya di sana, Gus Dur pun
bertemu pemiliknya dan menanyakan perihal info yang masih simpang siur itu.
“Nyuwun
pangapunten, punapa warung niki nyade saren (mohon maaf, apakah warung
ini menjual saren)?" tanya Gus Dur.
"Mboten
Gus, lah wonten nopo tho Gus (tidak Gus, memang ada apa ya Gus)?"
jawab sang penjual sembari bertanya balik.
"Mboten
wonten punopo (tidak apa-apa). Matur nuwun, " kata
Gus Dur.
Setelah
sang pemilik rumah makan gudeg tersebut masuk kembali ke dalam, Gus Dur pun
berkata kepada Hussein Syifa yang ikut menemani di rumah makan tersebut.
"Mas,
ini saya sudah tabayun kepada pemilik warung, kalau pemilik warung ini memang
ternyata jualan saren, ya berarti yang dosa sang pemilik warung,” tutur Gus
Dur.
“Kalau
panjenengan ke Solo, apa ya datang ke warung ini lagi, Gus?" tanya Hussein
penasaran.
"Nggih
dilanjut tho mas, wong enak je (Ya dilanjut oh mas, wong enak ini)!”
kata Gus Dur, disambut tawa keduanya. (Ajie Najmuddin)
Sumber : www.nu.or.id
COMMENTS