Oleh Choirul Umam
Dalam suatu hadis dikatakan, bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda :
ان الله يعطى الرزق لمن يحب و من لايحب
Yang bisa dipahami dalam makna hadis ini, menyatakan
bahwa “Sesungguhnya Allah memberikan rezeki kepada orang yang Dia cintai dan
orang yang tidak Dia cintai.” Jadi, siapapun orangnya, baik yang dicintai
maupun yang tidak dicintai Allah, bagaimanapun dia, sama-sama mendapat jatah
rezeki dari-Nya dan mendapat bagiannya masing-masing.
Diantara para nabi yang dalam kisahnya
dikaruniai rezeki yang tampak, yakni Nabi Sulaiman yang memiliki kekayaan yang
luar biasa dan istri yang tak hanya satu. Tapi kekayaan ini tidak menimbulkan
perasaan sombong, riya’ dan sifat buruk yang lain bagi beliau. Bahkan Nabi
Sulaiman ‘Alaihissalam mengatakan "هذا من فضل ربي" (hadzaa min fadli robbi), “ini adalah
sebagian dari fadhilah milik Allah.” Yang belum tentu umat saat ini bisa mencontoh beliau
dalam kehidupannya.
Adapun nabi lain, seperti Nabi Isa. Beliau adalah
salah satu dari para nabi yang diberi rezeki paling sedikit. Beliau tidak punya
istri, rumah, juga keluarga. Beginilah Nabi Isa yang tidak banyak memiliki
rezeki berupa materi, yang jika dilihat dari kisahnya hampir tidak punya
apa-apa. Tapi bagaimana kedudukan beliau? Justru Nabi Isa ‘Alaihissalam
dijadikan sebagai orang yang istimewa di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala,
dijadikan bagian dari golongan nabi yang termasuk dalam Ulul Azmi.
Yang menjadi persoalan mengenai rezeki ini
untuk menghindari kesalahpahaman. Ketika ada rezeki, maka kita tidak perlu
sombong. Tidak punya rezeki, maka tidak perlu merasa bersusah hati. Karena
dalam lanjutan hadis ini dijelaskan ولكن الله يعطى الدين لمن يحبه , tapi Allah memberikan agama
kepada orang yang Dia cintai. Jika rezeki diberikan kepada siapa saja, maka
agama Allah adalah yang hanya diberikan kepada orang yang Allah cintai. Sebagai
contoh, meskipun seseorang ketika kecil tidak tahu apa-apa, tidak mau shalat,
ketika mati ia bisa berada dalam keadaan beriman, itu karena ia dicintai oleh
Allah. Tapi bagi yang tidak dicintai Allah, se’alim apapun, ia mati pun bisa
saja dalam keadaan kafir. Na’udzu billah.
Lalu, siapakah yang dicintai oleh Allah? Orang
yang dicintai Allah adalah orang yang muhsin, orang yang baik. Nah, orang yang
baik itu siapa? Orang baik menurut Rasulullah, adalah orang yang berbuat
kebaikan, bahkan kepada orang yang melakukan keburukan. Orang yang berbuat baik
pada orang yang berbuat buruk. Apakah itu mudah? Tentu akan terasa sulit jika
tidak dibiasakan. Semisal suatu saat kita dipukul, lalu kita akan berbuat apa?
Apakah membalas memukul? Jawaban yang umum sudah pasti diketahui, jika tidak
melihat hadis Rasulullah yang satu ini. Maka perlulah pembiasaan dari diri
sendiri.
Seseorang berkelakuan baik kepada orang yang
berbuat buruk itu karena dirinya telah terbiasa dan menjadi orang yang baik.
Ketika memiliki diri yang baik, diperlakukan apapun nantinya juga akan membalas
dengan kebaikan. Dipukul, membalas baik. Dijewer, membalas baik. Dirasani,
membalas baik. Diapa-apakan membalas baik. Karena yang dimiliki dalam hatinya
adalah kebaikan.
Sedangkan jika yang dimiliki adalah keburukan,
maka diperlakukan baik pun belum tentu baik balasannya. Sebabnya, yang ada di
dalam hati adalah keburukan. Diperlakukan baik membalas buruk. Apalagi diperlakukan
buruk, tentu buruk pula balasan yang ditampakkan. Diperlakukan bagaimanapun
akan dibalas buruk, karena dasarnya yang ada pada dirinya adalah keburukan.
Jadi, menurut Allah dan Rasulullah, orang baik
adalah ahsana man asaa’a (orang yang berbuat baik kepada orang yang
berbuat buruk). Nah, hendaknya kita berusaha belajar menjadi orang yang seperti
ini. Menjadi prinsip dan kepentingan bagi diri kita agar kita dicintai oleh
Allah. Ketika Allah sudah cinta, hilang pun akan dicari, dimanapun akan
diperhatikan oleh Allah, bagaimanapun keadaannya akan diperhatikan dan dijaga
oleh Allah, hal ini adalah nikmat bagi orang yang berbuat baik dan mendapatkan
cinta Allah.
Semoga kita termasuk golongan orang yang baik yang dapat
meraih cinta Allah.
Sumber : Pengajian Rutinan Malam Selasa Abah Naimul Wain
COMMENTS