Deskripsi :
Indonesia adalah salah satu negara yang diyakini akan mendulang
puncak bonus demografi pada tahun
2017-2019. Bonus demografi
akan terwujud jika
ada perpaduan produktif
antara jumlah penduduk yang
melimpah dengan pengembangan kapasitas Sumber Daya Manusia yang optimal.
Mengkonversi jumlah penduduk
yang melimpah menjadi
bonus demografi tentu
saja bukan hal yang
sederhana. Konversi ini tentu
saja projek raksasa
yang membutuhkan segala
upaya. Ketersediaan infrastruktur menjadi hal yang tidak mungkin
dihindari. Infrastruktur adalah syarat mutlak
untuk melakukan percepatan
ekonomi, pembangunan sektor
industri maupun untuk ketersediaan pemukiman.
Pembangunan
infrastruktur ini akan
sangat dimungkinkan menjadi
penyebab hilangnya lahan produktif yang selama ini menjadi
tempat masyarakat kecil menggantungkan nasibnya. Atas nama kebutuhan
infrastruktur yang mendesak, sawah, ladang, tambak alam bahkan hutan lindung
telah dialih fungsikan. Diatas lahan-lahan produktif tersebut dibangun pabrik,
ruko, apartemen dan alih fungsi lain yang menggesar posisi pemilik lahan
menjadi masyarakat miskin tanpa kepemilikan.
Lebih jauh dari itu, para investor kemudian berlomba membeli tanah
untuk dijadikan alat investasi karena harganya yang terus melangit. Kegiatan
investasi tanah ini tidak jarang berakibat ekstrim, yaitu meminggirkan
pemilik awal disatu
sisi, serta menterlantarkan tanah
produktif karena menunggu
lonjakan harga disisi yang lain.
Dampak dari alih
fungsi yang mulai
terasa saat ini
adalah tingginya impor
pangan karena ketersediaan dalam
negeri yang terbatas,
tingginya angka pengangguran
karena minimnya lahan garapan, dan
semakin tingginya tingkat
ketergantungan masyarakat kecil
dan negara pada
pasar global.
Pertanyaan :
1. Bagaimana hukum
mengalih fungsikan lahan
produktif seperti lahan
pertanian atau ladang menjadi perumahan,
perkantoran atau pabrik,
sehingga menyebabkan penurunan produktifitas masyrakat dan berkurangnya
hasil produksi pangan?
2. Bagaimana hukumnya
membeli lahan produktif
untuk dialih fungsikan
untuk pembangunan infrastruktur?
3. Dalam kasus
lain, bagaimana jika
pihak investor menelantarkan
tanah Negara sampai bertahun-bertahun, kemudian
di tempati warga
sampai turun temurun.
Dalam kasus ini, siapakah
yang lebih berhak
atas lahan tersebut,
warga yang menguasai
tanah tersebut apa pihak pemodal yang secara legal memiliki
surat resminya?
4. Bagaimanakah kriteria
alih fungsi lahan
yang dibolehkan dan
dilarang menurut ketentuan syara’?
Jawaban :
1. Pemilik lahan boleh
memfungsikan harta miliknya namun pemerintah juga punya wewenang untuk mengatur
selama sesuai dengan konsep kemaslahatan.
2. Membeli lahan produktif
untuk dialihfungsikan menjadi infrastruktur hukumnya adalah boleh. Hanya saja,
kalau hal itu
akan menimbulkan dlarar
‘ammah maka pemerintah
wajib melarangnya.
3. Yang berhak atas tanah
tersebut adalah negara. Karenanya negara atau pemerintah memiliki
kewenangan menyerahkan pengelolaannya kepada
pihak yang dipandang
lebih berhak berdasarkan
kemaslahatan.
4. Alih fungsi lahan
dibolehkan sepanjang tidak menimbulkan madlarrat ‘ammah (bahaya).
Referensi:
1.
Al-Majmu’, juz. 15, hal. 227.
2.
Hawasyi al-Syirwaniy, Juz. 6, hal. 224.
3.
Fatawi al-Azhar, Juz. 7, hal. 79
4.
Hawasyi al-Syirwaniy, Juz. 9, hal. 12
5.
Hawasyi al-Syirwaniy, Juz. 5, hal. 201
Sumber :
Rumusan
PWNU Jatim Masail Waqi'iyah Muktamar NU Ke 33; Jombang 3 Agustus 2015
COMMENTS